hukum merupakan instrumen perubahan
Pendahuluan
Kehidupan manusia di dalam pergaulan masyarakat diliputi oleh norma-norma, yaitu peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia di dalam masyarakat. Sejak masa kecilnya manusia merasakan adanya peraturan-peraturan hidup yang membatasi sepak terjangnya. Pada permulaan yang dialami adalah peraturan-peraturan hidup yang berlaku dalam lingkungan keluarga yang dikenalnya, kemudian juga yang berlaku di dalam masyarakat. Yang dirasakan paling nyata adalah peraturan-peraturan hidup yang berlaku di dalam suatu negara.
Peraturan-peraturan yang ada disuatu negara dibuat oleh penguasa negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alal-alat negara. Peraturan-peraturan tersebut dapat juga kita sebut dengan Norma Hukum. Norma hukum juga merupakan sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat pada saat mereka berhubungan satu sama lain
Pada masyarakat modern hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Makalah ini akan mengupas mengenai hukum dan perubahan perilaku sosial masyarakat dilihat dari aspek sosiologi hukum.
William M. Evan dengan jelas mengartikulasikan bahwa, Sebagai instrumen perubahan sosial, hukum memerlukan dua proses yang saling terkait. Yakni, pelembagaan dan internalisasi pola perilaku.
Dalam konteks ini, pelembagaan pola perilaku berarti pembentukan norma dengan ketentuan untuk penegakan hukum, dan internalisasi pola perilaku berarti penggabungan satu nilai atau beberapa nilai yang tersirat dalam undang-undang. Hukum dapat mempengaruhi perilaku secara langsung hanya melalui proses pelembagaan. Jika, institusionalisasi ini berhasil pada gilirannya dapat memfasilitasi internalisasi sikap atau kepercayaan.
Namun, sejauh mana dampak hukum itu dapat terasa dan sejauh mana hukum itu relevan dengan suatu keadaan atau hanya berlaku dalam suatu keadaan tertentu. Ketentuan berikut dapat dijadikan garis besar pada efektifitas hukum sebagai strategi perubahan sosial.
Pertama, hukum harus berasal dari sumber otoritatif dan prestise.
Kedua, hukum harus memperkenalkan pemikiran dalam istilah yang dimengerti dan kompatibel dengan nilai-nilai yang ada.
Ketiga, para pendukung perubahan harus membuat referensi bagi masyarakat lain atau negara-negara lain, di mana masyarakat itu ada dan hukum itu berlaku.
Keempat, supremasi hukum harus menunjukkan ke arah pembuatan perubahan dalam waktu yang relatif singkat.
Kelima, mereka (para penegak hukum) harus sangat berkomitmen terhadap perubahan undang-undang atau hukum yang di maksud.
Keenam, pelaksanaan hukum harus mencakup sanksi-sanksi positif dan negatif.
Ketujuh, supremasi hukum harus masuk akal, tidak hanya dalam hal sanksi-sanksi yang diberikan tetapi juga dalam perlindungan hak-hak orang-orang yang melanggar hukum. (Evan, 1965: 288-291)
PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA
PROF.DR.TAKDIR RAHMADI, SH., LLM
JAKARTA - HUMAS,Perkembangan hukum lingkungan modern di Indonesia lahir sejak diundangkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982 yang biasa disingkat dengan sebutan UULH 1982. UULH 1982 pada tanggal 19 September 1997 digantikan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dan kemudian UU No. 23 Tahun 1997 (UULH 1997) juga dinyatakan tidak berlaku oleh UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN tahun 209 No. 140, disingkat dengan UUPPLH).
Menurut para akdemisi, hukum lingkungan merupakan bidang hukum yang disebut dengan bidang hukum fungsional, yaitu sebuah bidang hukum yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum administrasi negara, pidana dan perdata. Jika kita cermat ketiga baik UULH 1982, UULH 1997 maupun UUPPLH 2009 menandung norma-norma undang-undang yang masuk ke dalam bidang hukum administrasi negara, pidana dan perdata.
UUPPLH 2009 sebagai sumber formal utama hukum lingkungan di Indonesia selain memuat ketentuan-ketentuan hukum dan instrumen-instrumen hukum seperti yang terkandung dalam undang-undang sebelumnya yaitu UULH 1982 dan UULH 1997 telah juga memuat norma-norma dan instrumen-instrumen hukum hukum baru. Beberapa norma hukum baru yang penting adalah tentang perlindungan hukum atas tiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup, kewenangan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penciptaan delik-delik materil baru. Dalam tulisan ini beberapa norma hukum baru yang akan diuraikan.
Pertama, UUPPLH telah secara tegas mengadopsi asas-asas yang terkandung dalam Delarasi Rio 1992, yaitu asas-asas tanggungjawab negara, keterpaduan, kehati-hatian, keadilan, pencemar membayar, partisipatif dan kearifan lokal. Pengadopsian ini merupakan politik hukum yang penting karena dapat memperkuat kepentingan pengelolaan lingkungan hidup mmanakala berhadapan dengan kepentingan ekonomi jangka pendek. Hakim dalam mengadili sebuah perkara dapat menggunakan asas-asas itu untuk memberikan perhatian atas kepentingan pengelolaan lingkungan hidup yang mungkin tidak diperhatikan oleh pelaku usaha ataupun pejabat pemerintah yang berwenang.
Kedua, UUPPLH, khususnya dengan Pasal 66 UUPPLH sangat maju dalam memberikan perlindungan hukum kepada orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dari kemungkinan tuntutan pidana dan perdata. Perlindungan hukum ini sangat penting karena pada masa lalu telah ada kasus-kasus di mana para aktivis lingkungan hidup yang melaporkan dugaan terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup telah digugat secara perdata atau dituntut secara pidana atas dasar pencemaran nama baik perusahaan-perusahaan yang diduga telah menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
Di dalam sistem hukum Amerika Serikat dan Phillipina, jaminan perlindungan hukum seperti ini disebut dengan Anti SLAPP (strategic legal action against public participation), yaitu gugatan yang dilakukan oleh perusahaan yang diduga telah mencemari atau merusak lingkungan hidup kemudian menggugat si pelapor atau pemberi informasi atau whistle blower dugaan terjadinya masalah-masalah lingkungan dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut dan kerugian materil terhadap pelapor atau pemberi informasi maupun terhadap pihak-pihak lain di masa datang.
Lahirnya Instrumen Nasional HAM
Bagaimana latar belakang lahirnya instrumen nasional HAM atau perundang undangan nasional HAM? Jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 (sebelum perubahan/amandemen) menurut Kuntjara Purbopranoto belum disusun secara sistematis dan hanya empat pasal yang memuat ketentuan – ketentuan tentang hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Meskipun demikian bukan berarti HAM kurang mendapat perhatian, karena susunan pertama UUD 1945 adalah merupakan inti-inti dasar kenegaraan.
Dari keempat pasal tersebut, terdapat 5 (lima) pokok mengenai hak – hak asasi manusia yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu :
Kehidupan manusia di dalam pergaulan masyarakat diliputi oleh norma-norma, yaitu peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia di dalam masyarakat. Sejak masa kecilnya manusia merasakan adanya peraturan-peraturan hidup yang membatasi sepak terjangnya. Pada permulaan yang dialami adalah peraturan-peraturan hidup yang berlaku dalam lingkungan keluarga yang dikenalnya, kemudian juga yang berlaku di dalam masyarakat. Yang dirasakan paling nyata adalah peraturan-peraturan hidup yang berlaku di dalam suatu negara.
Peraturan-peraturan yang ada disuatu negara dibuat oleh penguasa negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alal-alat negara. Peraturan-peraturan tersebut dapat juga kita sebut dengan Norma Hukum. Norma hukum juga merupakan sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat pada saat mereka berhubungan satu sama lain
Pada masyarakat modern hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Makalah ini akan mengupas mengenai hukum dan perubahan perilaku sosial masyarakat dilihat dari aspek sosiologi hukum.
William M. Evan dengan jelas mengartikulasikan bahwa, Sebagai instrumen perubahan sosial, hukum memerlukan dua proses yang saling terkait. Yakni, pelembagaan dan internalisasi pola perilaku.
Dalam konteks ini, pelembagaan pola perilaku berarti pembentukan norma dengan ketentuan untuk penegakan hukum, dan internalisasi pola perilaku berarti penggabungan satu nilai atau beberapa nilai yang tersirat dalam undang-undang. Hukum dapat mempengaruhi perilaku secara langsung hanya melalui proses pelembagaan. Jika, institusionalisasi ini berhasil pada gilirannya dapat memfasilitasi internalisasi sikap atau kepercayaan.
Namun, sejauh mana dampak hukum itu dapat terasa dan sejauh mana hukum itu relevan dengan suatu keadaan atau hanya berlaku dalam suatu keadaan tertentu. Ketentuan berikut dapat dijadikan garis besar pada efektifitas hukum sebagai strategi perubahan sosial.
Pertama, hukum harus berasal dari sumber otoritatif dan prestise.
Kedua, hukum harus memperkenalkan pemikiran dalam istilah yang dimengerti dan kompatibel dengan nilai-nilai yang ada.
Ketiga, para pendukung perubahan harus membuat referensi bagi masyarakat lain atau negara-negara lain, di mana masyarakat itu ada dan hukum itu berlaku.
Keempat, supremasi hukum harus menunjukkan ke arah pembuatan perubahan dalam waktu yang relatif singkat.
Kelima, mereka (para penegak hukum) harus sangat berkomitmen terhadap perubahan undang-undang atau hukum yang di maksud.
Keenam, pelaksanaan hukum harus mencakup sanksi-sanksi positif dan negatif.
Ketujuh, supremasi hukum harus masuk akal, tidak hanya dalam hal sanksi-sanksi yang diberikan tetapi juga dalam perlindungan hak-hak orang-orang yang melanggar hukum. (Evan, 1965: 288-291)
PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA
PROF.DR.TAKDIR RAHMADI, SH., LLM
JAKARTA - HUMAS,Perkembangan hukum lingkungan modern di Indonesia lahir sejak diundangkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, tanggal 11 Maret 1982 yang biasa disingkat dengan sebutan UULH 1982. UULH 1982 pada tanggal 19 September 1997 digantikan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997 dan kemudian UU No. 23 Tahun 1997 (UULH 1997) juga dinyatakan tidak berlaku oleh UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN tahun 209 No. 140, disingkat dengan UUPPLH).
Menurut para akdemisi, hukum lingkungan merupakan bidang hukum yang disebut dengan bidang hukum fungsional, yaitu sebuah bidang hukum yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum administrasi negara, pidana dan perdata. Jika kita cermat ketiga baik UULH 1982, UULH 1997 maupun UUPPLH 2009 menandung norma-norma undang-undang yang masuk ke dalam bidang hukum administrasi negara, pidana dan perdata.
UUPPLH 2009 sebagai sumber formal utama hukum lingkungan di Indonesia selain memuat ketentuan-ketentuan hukum dan instrumen-instrumen hukum seperti yang terkandung dalam undang-undang sebelumnya yaitu UULH 1982 dan UULH 1997 telah juga memuat norma-norma dan instrumen-instrumen hukum hukum baru. Beberapa norma hukum baru yang penting adalah tentang perlindungan hukum atas tiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup, kewenangan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penciptaan delik-delik materil baru. Dalam tulisan ini beberapa norma hukum baru yang akan diuraikan.
Pertama, UUPPLH telah secara tegas mengadopsi asas-asas yang terkandung dalam Delarasi Rio 1992, yaitu asas-asas tanggungjawab negara, keterpaduan, kehati-hatian, keadilan, pencemar membayar, partisipatif dan kearifan lokal. Pengadopsian ini merupakan politik hukum yang penting karena dapat memperkuat kepentingan pengelolaan lingkungan hidup mmanakala berhadapan dengan kepentingan ekonomi jangka pendek. Hakim dalam mengadili sebuah perkara dapat menggunakan asas-asas itu untuk memberikan perhatian atas kepentingan pengelolaan lingkungan hidup yang mungkin tidak diperhatikan oleh pelaku usaha ataupun pejabat pemerintah yang berwenang.
Kedua, UUPPLH, khususnya dengan Pasal 66 UUPPLH sangat maju dalam memberikan perlindungan hukum kepada orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dari kemungkinan tuntutan pidana dan perdata. Perlindungan hukum ini sangat penting karena pada masa lalu telah ada kasus-kasus di mana para aktivis lingkungan hidup yang melaporkan dugaan terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup telah digugat secara perdata atau dituntut secara pidana atas dasar pencemaran nama baik perusahaan-perusahaan yang diduga telah menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
Di dalam sistem hukum Amerika Serikat dan Phillipina, jaminan perlindungan hukum seperti ini disebut dengan Anti SLAPP (strategic legal action against public participation), yaitu gugatan yang dilakukan oleh perusahaan yang diduga telah mencemari atau merusak lingkungan hidup kemudian menggugat si pelapor atau pemberi informasi atau whistle blower dugaan terjadinya masalah-masalah lingkungan dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut dan kerugian materil terhadap pelapor atau pemberi informasi maupun terhadap pihak-pihak lain di masa datang.
Lahirnya Instrumen Nasional HAM
Bagaimana latar belakang lahirnya instrumen nasional HAM atau perundang undangan nasional HAM? Jaminan hak asasi manusia dalam UUD 1945 (sebelum perubahan/amandemen) menurut Kuntjara Purbopranoto belum disusun secara sistematis dan hanya empat pasal yang memuat ketentuan – ketentuan tentang hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29 dan 31. Meskipun demikian bukan berarti HAM kurang mendapat perhatian, karena susunan pertama UUD 1945 adalah merupakan inti-inti dasar kenegaraan.
Dari keempat pasal tersebut, terdapat 5 (lima) pokok mengenai hak – hak asasi manusia yang terdapat dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu :
- Kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan (Pasal 27 ayat 1);
- Hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2);
- Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang (Pasal 28);
- Kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk di jamin oleh Negara (Pasal 29 ayat 2);
- Hak atas pengajaran (Pasal 31 ayat 1).
sumber : wikipedia.com