-->

perbuatan melawan hukum pidana dan perdata dan perbedaan

pengertian Hukum Pidana secara umum adalah keseluruhan aturan hukum yang memuat peraturan – peraturan yang mengandung keharusan, yang tidak boleh dilakukan dan/atau larangan-larangan dengan disertai ancaman atau sanksi berupa penjatuhan pidana bagi barangsiapa yang melanggar atau melaksanakan larangan atau ketentuan hukum dimaksud. Sedangkan sanksi yang akan diterima bagi yang melanggarnya sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dimaksud. Bersumber dari KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) maka sanksi pidana pada pokoknya terdiri atas pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda.


Pengertian Hukum Perdata, berdasarkan pendapat para ahli, secara sederhana adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kpentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya. Dalam praktek, hubungan antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya ini, dilaksanakan dan tunduk karena atau pada suatu kesepakatan atau perjanjian yang disepakati oleh para subyek hukum dimaksud. Dalam kaitan dengan sanksi bagi yang melanggar, maka pada umumnya sanksi dalam suatu perikatan adalah berupa ganti kerugian. Permintaan atau tuntutan ganti kerugian ini wajib dibuktikan disertai alat bukti yang dalam menunjukkan bahwa benar telah terjadi kerugian akibat pelanggaran atau tidak dilaksanakannya suatu kesepakatan.

Contoh kasus hukum pidana penipuan

Kasus penipuan sudah sering terjadi. Ini merupakan salah satu contoh kasus hukum pidana. Kasus  penipuan ini biasanya dilakukan dengan modus meminta uang di depan sebelum barang atau jasa diberikan kepada seseorang. Pada akhirnya, uang telah diserahkan namun barang atau jasa tidak dilaksanakan oleh pihak penerima uang.

Kasus penipuan ini dapat dijerat dengan pasal 378 KUHP :

    “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”

Contoh kasus hukum pidana pornografi

Dewasa sering kita menemukan adanya situs yang berisi konten porno di internet sehingga dapat diakses dengan mudah oleh khalayak umum. Penyebaran konten yang berisi pornografi juga merupakan hal yang ilegal dan termasuk dalam contoh kasus hukum pidana yang dapat dijerat dengan pasal 282 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

    “Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun”



Perkara Perdata Berubah jadi Pidana

Padang, Padek—Vino Oktavia menduga ada praktik mafia hukum dalam kasus dugaan pemalsuan surat-surat akta perjanjian bisnis yang menyeret kliennya, seorang pengusaha tambang, Suwandi Candra, yang duduk di kursi pesakitan.

“Ada dugaan praktik mafia hu­kum dalam kasus ini. Se­mes­tinya, perkara yang menyeret Suwandi ke pengadilan masuk jalur perdata, bukan pidana. Banyak hal-hal yang menyalahi ketentuan sepanjang proses hukum yang dijalaninya (Su­wandi, red),” tegas Vino Oktavia cs, pengacara terdakwa Suwandi Candra dalam sidang lanjutan dugaan pemalsuan surat-surat akta perjanjian bisnis di Pe­nga­dilan Negeri (PN) Padang, ke­marin (26/6).

Vino meminta majelis hakim membatalkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LB­H) Padang ini menilai ada bebe­rapa hal yang janggal dalam perkara kliennya. Antara lain, bukti yang dimiliki JPU tidak cukup, dan permintaan pe­me­riksaan saksi ahli dari Suwandi ketika di tingkat kepolisian juga tidak dilaksanakan.

“Kesaksian dan pembuktian tidak cukup. Permintaan untuk pemeriksaan saksi ahli juga tak pernah dilaksanakan penyidik. Kami berasumsi, kasus ini cacat hukum,” tegas alumni Fakultas Hukum Unand ini. Vino juga menekankan jika dakwaan JPU kabur dan tidak jelas.

Dalam dakwaan JPU se­be­lum­nya, Nila Kusuma Wardhani dan Eli Roza mengatakan, du­ga­an pemalsuan surat-surat ter­sebut bermula ketika Bakri Abdullah bersama Linda Candra Tan mendirikan perusahaan bernama PT Basuindo Perkasa dengan akta Nomor 47 pada 21 Februari 2002 lalu.

Di perusahaan itu, Bakri Abdullah sebagai direktur, se­dangkan Linda Candra Tan sebagai komisaris. Untuk bisa beroperasi, perusahaan itu harus memiliki kuasa pertambangan (KP). Karena itu mengambil alih KP Koperasi Serba Usaha (KSU) Dempo Kolok dengan kompensasi modal koperasi itu diganti. (bis)
Facebook CommentsShowHide