kortikal kortikosteroid dapat menyebabkan katarak gejala akibat
Defenisi
* Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.
* Kelenjar adrenal terdiri dan 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
* Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, inisalnya prednisolon,triamsinolon, dan betametason.
* Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dan golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 a-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.
Biologi dan Mekanisme kerja
* Kortisol merupakan bentuk alami dari glukokortikoid yang disintesis dari kolesterol di dalam korteks adrenal. Dalam keadaan normal, di dalam sirkulasi terdapat kurang dari 5% kortisol bebas yang merupakan bentuk aktif dalam terapi. Sedangkan sisanya dalam bentuk inaktif karena terikat dengan cortisol-binding globulin (CBG, atau yang dikenal sebagai transcortin) (95%) atau berikatan dengan albumin (5%).
* Sekresi cortisol setiap harinya berkisar antara 10-20 mg, dengan puncak diurnal sekitar pukul 8 pagi. Kortisol memiliki waktu paruh 90 menit. Metabolismenya terutama berlangsung di dalam hepar dan metabolit yang dihasilkan diekskresikan oleh ginjal dan hepar.
* Mekanisme kerja glukokortikoid melalui difusi pasif melalui membran sel, diikuti dengan ikatan dengan protein reseptor di dalam sitoplasma. Kompleks reseptor hormon kemudian masuk ke dalam nukleus mempengaruhi transkripsi sejumlah gen-gen target yang menyebabkan penurunan sintesis molekul-molekul proinflamasi termasuk sitokin, interleukin, molekul adhesi dan protease.
* Glukokortikoid mempengaruhi replikasi dan pergerakan sel serta menimbulkan keadaan monositopenia, eosinopenia dan lymphocytopenia. Efeknya terhadap sel T lebih besar dibandingkan dengan sel B. Lymphocytopenia timbul sebagai akibat redistribusi sel-sel yang bermigrasi dari sirkulasi menuju jaringan lymphoid lainnya, dan diyakini bahwa glukokortikoid menyebabkan apoptosis.
* Glukokortikoid juga berperan dalam aktivasi, proliferasi dan diferensiasi sel. Fungsi makrofag berkurang oleh kortisol dan penurunan ini memperngaruhi reaksi hipersensitivitas sedang dan lambat. Fungsi monosit dan lymphosit juga turut terpengaruh. Penggunaan glukokortikoid juga menyebabkan produksi antibodi berkurang.
* Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.
* Kelenjar adrenal terdiri dan 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
* Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, inisalnya prednisolon,triamsinolon, dan betametason.
* Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh karena itu mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dan golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 a-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.
Biologi dan Mekanisme kerja
* Kortisol merupakan bentuk alami dari glukokortikoid yang disintesis dari kolesterol di dalam korteks adrenal. Dalam keadaan normal, di dalam sirkulasi terdapat kurang dari 5% kortisol bebas yang merupakan bentuk aktif dalam terapi. Sedangkan sisanya dalam bentuk inaktif karena terikat dengan cortisol-binding globulin (CBG, atau yang dikenal sebagai transcortin) (95%) atau berikatan dengan albumin (5%).
* Sekresi cortisol setiap harinya berkisar antara 10-20 mg, dengan puncak diurnal sekitar pukul 8 pagi. Kortisol memiliki waktu paruh 90 menit. Metabolismenya terutama berlangsung di dalam hepar dan metabolit yang dihasilkan diekskresikan oleh ginjal dan hepar.
* Mekanisme kerja glukokortikoid melalui difusi pasif melalui membran sel, diikuti dengan ikatan dengan protein reseptor di dalam sitoplasma. Kompleks reseptor hormon kemudian masuk ke dalam nukleus mempengaruhi transkripsi sejumlah gen-gen target yang menyebabkan penurunan sintesis molekul-molekul proinflamasi termasuk sitokin, interleukin, molekul adhesi dan protease.
* Glukokortikoid mempengaruhi replikasi dan pergerakan sel serta menimbulkan keadaan monositopenia, eosinopenia dan lymphocytopenia. Efeknya terhadap sel T lebih besar dibandingkan dengan sel B. Lymphocytopenia timbul sebagai akibat redistribusi sel-sel yang bermigrasi dari sirkulasi menuju jaringan lymphoid lainnya, dan diyakini bahwa glukokortikoid menyebabkan apoptosis.
* Glukokortikoid juga berperan dalam aktivasi, proliferasi dan diferensiasi sel. Fungsi makrofag berkurang oleh kortisol dan penurunan ini memperngaruhi reaksi hipersensitivitas sedang dan lambat. Fungsi monosit dan lymphosit juga turut terpengaruh. Penggunaan glukokortikoid juga menyebabkan produksi antibodi berkurang.
Efek glukokortikoid antara lain :
1. meningkatkan glukoneogenesis, yaitu pembentukan glukosa dari protein, sehingga beresiko meningkatkan kadar gula darah. Karena itu, orang dengan resiko diabetes dapat mengalami kenaikan kadar gula darah yang nyata.
2. efek katabolik, yaitu mengurai protein sehingga mengurangi pembentukan protein, termasuk protein yang diperlukan untuk pembentukan tulang. Akibatnya terjadi osteoporosis atau keropos tulang, karena matriks protein tulang menyusut. Efek ini juga menyebabkan gangguan pertumbuhan jika digunakan pada anak-anak dalam jangka waktu lama.
3. mempengaruhi metabolisme lemak tubuh dan distribusinya, sehingga menyebabkan pertambahan lemak di bagian-bagian tertentu tubuh, yaitu di wajah (jadi membulat), bahu, dan perut.
4. mengurangi menghambat proses radang, sehingga merupakan obat pilihan berbagai penyakit peradangan,
5. menurunkan fungsi jaringan limfa sehingga menyebabkan berkurangnya dan mengecilnya sel limfosit. Efek ini menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh atau imunosupresan.Sedangkan efek mineralokortikoid utamanya adalah mengatur keseimbangan garam mineral dan air dalam tubuh.
PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA MATA
Kortikosteroid biasanya digunakan untuk mengobati bengkak dan gatal pada mata yang disebabkan karna alergi, trauma, atau infeksi. Inflamasi yang terjadi pada mata dapat diterapi dengan pengobatan topikal dengan injeksi lokal atau sistemik.11
.Glukokortikoid
Steroid digunakan secara topikal untuk mencegah atau menekan proses inflamasi yang terjadi pada mata akibat trauma dan uveitis. Pada injeksi subkonjungtiva dan injeksi retrobulbar, steroid digunakan untuk terapi kasus seperti ini yang tergolong berat akibat terjadi inflamasi pada mata. Terapi sistemik steroid digunakan untuk terapi penyakit sistem imun seperti inflamasi pada mata yang berat yang sudah resisten dengan terapi topikal. Metilprednisolon intravena menjadi pilihan pada terapi demielinisasi saraf optik yang terinfeksi dan trauma pada saraf optik.
Glukokortikoid menginduksi efek sel spesifik dalam limfosit, makrofag, polimorfonuklear leukosit, sel endotel vaskuler, fibroblast, dan sel-sel lainnya.
Farmakologi kortikosteroid topical9
Kortikosteroid topikal digunakan pada aksi anti inflamasi. Aspek dari proses inflamasi seperti hiperemia, infiltrasi seluler, vaskularisasi dan proliferasi fibroblastik ditekan. Steroid menghambat respons inflamasi untuk merangsang agen-agen mekanis, kimia atau imunologi alami. Kortikosteroid topikal efektif digunakan pada kondisi inflamasi akut pada konjungtiva, sklera, kornea, kelopak mata, iris, badan siliar, dan segmen anterior dari bola mata, dan dalam kondisi alergi bola mata.
Mekanisme dari aksi anti inflamasi dipirkan untuk menjadi potensi dari vasokonstriksi epinefrin, stabilisasi dari membran lisosom, retardasi pergerakan makrofag, pencegahan dari pelepasan kinin, inhibisi dari limfosit dan fungsi neutrofil, inhibisi dari sintesis prostaglandin dan pada penggunaan jangka panjang menurunkan produksi antibodi.
Hambatan proliferasi fibroblast dapat mencegah terjadinya formasi simblefaron pada trauma kimia dan trauma panas. Pengurangan scar (bekas luka dalam bentuk jaringan ikat) dengan kornea yang lebih jernih setelah pemberian kortikosteroid topikal adalah hasil dari inhibisi proliferasi fibroblast dan vaskularisasi.
3.Indikasi
Pada keadaan inflamasi : kondisi pengobatan dengan menggunakan steroid – responsif inflamasi pada palpebra dan konjungtiva bulbar, kelopak mata, kornea, dan segmen anterior bolamata seperti : konjungtivitis alergi, keratitis superficial nonspesifik, keratitis superficial punctata, keratitis herpes zoster, iritis, siklitis, konjungtivitis akibat infeksi bakteri ketika penggunaan steroid dengan resiko yang tidak bisa dipisahkan diterima untuk mengurangi terjadinya edema dan inflamasi. Rimexolone juga diindikasikan jika terjadi inflamasi post operasi yang mengikuti pada operasi bola mata.
Cedera kornea : juga digunakan pada cedera kornea akibat bahan kimia, radiasi atau trauma panas atau trauma benda asing.
Reaksi penolakan transplantasi : dapat digunakan untuk menekan reaksi penolakan transplantasi setelah keratopati.
4.Kontraindikasi
Keratitis herpes simpleks superficial akut; penyakit yang disebabkan oleh jamur pada struktur bola mata; vaksinasi, varisela dan banyak lagi penyakit yang disebabkan oleh virus pada kornea dan konjungtiva, infeksi mikobakterium pada mata (contoh tuberculosis mata), penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, hipersensitivitas, setelah pemindahan yang tidak utuh pada badan asing superficial kornea.
Medrysone tidak digunakan pada iritis dan uveitis; hasilnya belum di uji coba.
5.Peringatan
Jika seseorang dengan glaukoma, operasi katarak, infeksi mata, dan alergi pada mata perlu diperhatikan lebih teliti lagi. Pengobatan dengan kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk digunakan jika pada pasien terdapat infeksi pada mata yang disebabkan oleh virus (misalnya herpes simpleks), infeksi mata yang disebabkan oleh jamur, pengeluaran benda asing yang belum terlalu lama dilakukan. Obat ini dapat menyebabkan penglihatan kabur setelah terapi.
Inflamasi yang sedang sampai berat : menggunakan dosis tinggi untuk inflamasi yang sedang sampai berat. Pada kasus-kasus yang sulit dari penyakit segmen anterior pada mata, terapi sistemik dapat diperlukan. Ketika struktur bola mata yang lebih dalam lagi dilibatkan, menggunakan terapi sistemik.
Kerusakan bola mata : penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya glaukoma, peningkatan tekanan intra okular, kerusakan saraf optik, defek pada ketajaman penglihatan dan lapangan pandang, katarak subkapsular posterior, atau infeksi mata sekunder dari pelepasan benda-benda patogen dari jaringan ikat pada mata. Periksa tekanan bola mata dan lensa terus-menerus. Pada penyakit yang menyebabkan pengenceran dari sklera atau kornea, dapat terjadi perforasi dengan pengobatan steroid topikal.
Infeksi : akut, purulen, infeksi mata yang tidak diobati dapat disembunyikan atau aktivitasnya ditingkatkan oleh steroid. Infeksi jamur pada kornea dapat disembuhkan dengan aplikasi pengobatan steroid jangka panjang.
Efek Samping
Kortikosteroid bisa menyebabkan terjadinya glaukoma. Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intra okuler (TIO) dengan kerusakan saraf optik. Kortikosteroid juga bisa menyebabkan terjadi kehilangan tajam penglihatan (visus) dan tajam penglihatan, katarak subkapsular posterior, termasuk herpes simpleks dari jaringan mata, adanya perforasi dari bola mata, eksaserbasi infeksi mata akibat virus dan jamur, rasa nyeri yang sementara akibat dari trauma, penglihatan yang kabur, rasa tidak nyaman dan perih pada mata, adanya benda asing pada mata, hiperemia, dan pruritus.
Reaksi merugikan lain yang bisa terjadi pada mata akibat pemberian kortikosteroid yakni pada <1% pasien mengalami rasa lengket pada mata, peningkatan fibrin, mata kering, edema konjungtiva, kornea menjadi kotor, keratitis, fotofobia, iritasi, ulserasi kornea, edema kornea, infiltrat, erosi kornea.
Macam-macam reaksi yang lain yakni nyeri kepala, hipertensi yang sangat mengganggu atau bisa menjadi lebih buruk, rhinitis, faringitis, dan gangguan rasa.
Secara garis besar, kortikosteroid (glukokortikoid) dapat menyebabkan efek yang merugikan pada mata. Efek samping dan komplikasi yang bisa terjadi antara lain :
a.Glaukoma
b.Katarak posterior sub kapsular
c.Eksaserbasi bakteri dan virus (khususnya herpes) melalui mekanisme penekanan atau perlindungan sistem imun
d.Ptosis
e.Midriasis
f.Atrofi kulit pada kelopak mata
Steroid menginduksi peningkatan tekanan intra okular dapat terjadi pada pemberian topikal, periokular, nasal dan terapi sistemik glukokortikoid. Perbedaan respons tiap individu : pada beberapa individu bisa terdapat peningkatan TIO hingga 4% - diatas 31 mmHg setelah 6 minggu terapi dengan topical kortikosteroid (dexamethasone). Mekanisme dari steroid yang menurunkan fasilitas akuos humor melalui trabecular meshwork belum bisa dipastikan dengan jelas.
Respons individual dari steroid sangat tinggi tergantung dari durasi, kekuatan, dan frekuensi dari terapi dan potensi dari agen yang digunakan. Steroid – menginduksi peningkatan TIO hampir tidak pernah terjadi pada kurang dari 5 hari dan bahkan kurang dari 2 minggu.
cara mengobati katarak
Terapi untuk KATARAK
Obat tetes mata keben telah terbukti dapat mengobati seluruh penyakit katarak, baik ringan maupun berat. Obat tetes ini juga dapat digunakan sebagai terapi pengobatan pasca operasi katarak. Senyawa aktif dalam obat tetes mata dari keben yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan penyakit katarak adalah saponin. Deterjen alami ini memiliki efek meningkatkan aktifitas proteasome, yaitu protein yang mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida-polipeptida pendek dan asam amino.Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi lensa mata penderita katarak secara bertahap "dicuci"sehingga lepas dari lensa dan keluar dari mata berupa cairan kental berwarna putih kekuningan.
Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi lensa mata penderita katarak secara bertahap "dicuci" sehingga lepas dari lensa dan keluar dari mata berupa cairan kental berwarna putih kekuningan.
Khusus untuk penderita katarak yang juga menderita diabetes, sebelum dilakukan pengobatan, kadar gula darahnya harusterkontrol di bawah 200 mg/dl setelah makan. Selama menggunakan obat tetes mata keben, penggunaan obat tetes mata konvensional dari dokter harus dihentikan. Setelah pengobatan selama 1,5 bulan, penderita dianjurkan memeriksakan matanya ke dokter untuk mengetahui apakah kataraknya sudah bersih total atau belum. Bila kataraknya sudah bersih, pengobatan dengan keben dapat dihentikan. Namun bila belum bersih, pengobatan harus dilanjutkan hingga bersih, supaya tidak muncul katarak baru lagi.
cara mengobati katarak
Terapi untuk KATARAK
Obat tetes mata keben telah terbukti dapat mengobati seluruh penyakit katarak, baik ringan maupun berat. Obat tetes ini juga dapat digunakan sebagai terapi pengobatan pasca operasi katarak. Senyawa aktif dalam obat tetes mata dari keben yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan penyakit katarak adalah saponin. Deterjen alami ini memiliki efek meningkatkan aktifitas proteasome, yaitu protein yang mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida-polipeptida pendek dan asam amino.Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi lensa mata penderita katarak secara bertahap "dicuci"sehingga lepas dari lensa dan keluar dari mata berupa cairan kental berwarna putih kekuningan.
Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi lensa mata penderita katarak secara bertahap "dicuci" sehingga lepas dari lensa dan keluar dari mata berupa cairan kental berwarna putih kekuningan.
Khusus untuk penderita katarak yang juga menderita diabetes, sebelum dilakukan pengobatan, kadar gula darahnya harusterkontrol di bawah 200 mg/dl setelah makan. Selama menggunakan obat tetes mata keben, penggunaan obat tetes mata konvensional dari dokter harus dihentikan. Setelah pengobatan selama 1,5 bulan, penderita dianjurkan memeriksakan matanya ke dokter untuk mengetahui apakah kataraknya sudah bersih total atau belum. Bila kataraknya sudah bersih, pengobatan dengan keben dapat dihentikan. Namun bila belum bersih, pengobatan harus dilanjutkan hingga bersih, supaya tidak muncul katarak baru lagi.