-->

games untuk melatih otak kanan dan kanan

DISADARI atau tidak, komputer telah mengubah kehidupan manusia modern dalam kehidupan sehari-hari, termasuk bagaimana menghibur diri sendiri. Komputer juga telah mengubah cara belajar, misalnya dengan game yang bukan sekadar mainan tanpa manfaat. Salah satu video game yang populer adalah Tetris. Sebuah game di mana ubin dengan berbagai bentuk dijatuhkan dan pemain harus menyusunnya sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin tidak ada ruang kosong.

Di tengah perdebatan pengaruh buruk yang ditimbulkan dari game, ada juga yang melakukan penelitian tentang manfaat yang didapat oleh gamer dari sebuah video game.

Beberapa peneliti dari University of Rochester di New York, Amerika melakukan riset mengenai pengaruh positif dari bermain game.
Dalam riset tersebut, para gamers usia antara 18 hingga 23 tahun dibagi menjadi dua kelompok.
Yang pertama, adalah gamer yang dilatih dengan game Medal of Honor (Sebuah game FPS yang cukup terkenal). Mereka main game ini satu jam tiap hari selama sepuluh hari berturut-turut.

  • “Kapan saja otak dalam moda mempelajari sesuatu, ada sinaps-sinaps baru yang terhubung di antara sel-sel saraf. Sehingga Anda menciptakan ribuan koneksi yang kemudian dapat diaplikasikan untuk tugas lain," lanjut penggemar Guitar Hero ini.
  • Game yang dianggap mampu menstimulasi otak antara lain game jenis puzzle bergambar, game strategi, crossword puzzle, kartu, puzzle visualisasi, dan ilusi optikal.
  • Penelitian yang sudah ada juga menunjukkan bahwa Anda harus menemukan sesuatu yang baru untuk meningkatkan proses belajar. Misalnya, kalau dari dulu yang Anda mainkan cuma Sudoku, sebenarnya Anda tidak mempelajari sesuatu yang baru. Task-task yang baru dari game yang berbeda-beda akan membentuk jalur baru di dalam otak Anda. "Jadi, kelihatannya sesuatu yang baru dan menantang akan jauh lebih efektif daripada sesuatu yang menantang, namun Anda lakukan terus-menerus," kata McLaughlin.  

Gelombang beta
Lucu memang, video game bisa membuat orang jadi ‘bete’ dan bertindak kasar. Bahkan di sebuah pusat permainan game dengan koin, seseorang yang frustrasi karena gemas dengan kekalahannya memukul mesin game dan tak peduli lagi dengan sikapnya yang sangat memalukan. Apa yang terjadi di otaknya sehingga tindakan seperti itu ia lakukan ketika sedang jengkel hanya karena video game yang cuma kehidupan ‘bohongan’?
Berkaitan dengan hal itu, seorang profesor dari Tokyo’s Nihon University memimpin penelitian dengan mengamati efek video game terhadap aktivitas otak. Dengan 260 responden yang dibagi menjadi tiga kelompok, masing-masing adalah kelompok yang jarang bermain video game, kelompok yang bermain video game 1-3 jam dengan frekuensi 3-4 kali dalam seminggu, dan terakhir kelompok yang bermain 2-7 jam setiap hari. Ia memonitor gelombang beta yang mengindikasikan otak sedang aktif bekerja, kemudian tingkat ketegangan yang terjadi di area prefrontal otak, dan terakhir gelombang alfa yang muncul saat otak sedang beristirahat.
Hasilnya menunjukkan, penurunan gelombang beta yang besar terjadi jika orang lebih banyak bermain video game. Aktivitas gelombang beta pada kelompok yang bermain game 2-7 jam setiap hari hampir mendekati nol, bahkan ketika mereka sedang tidak bermain game. Selain itu, pengamatan ini menunjukkan bahwa mereka banyak menggunakan area prefrontal otaknya. Beberapa responden dari kelompok ini menyampaikan bahwa mereka mudah marah, sulit berkonsentrasi, dan punya persoalan bergaul dengan teman-temannya.
Dua poin pentingnya adalah bahwa penurunan aktivitas gelombang beta dan penggunaan area prefrontal otak bisa jadi berkorelasi terhadap perilaku agresif. Berikutnya, penurunan gelombang beta masih terus terjadi meski sudah berhenti bermain bahkan saat perangkat telah dimatikan, yang artinya efeknya masih bertahan. Jika memang otak dapat dipengaruhi oleh video game sehingga menciptakan perubahan perilaku, apakah itu berarti bahwa otak menganggap game sebagai sesuatu yang riil?

manfaat dari bermain game, dapat disimpulkan dalam beberapa point sebagai berikut:

Bisa menjadi sarana hiburan yang menyediakan interaksi sosial.
Membangun semangat kerja sama atau teamwork ketika dimainkan dengan gamers-gamers lainnya secara multiplayer
Bagi manula (lansia) , bisa mengurangi efek kepikunan.
Meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri anak saat mereka mampu menguasai permainan.
Mengembangkan kemampuan dalam membaca, matematika, dan memecahkan masalah atau tugas
Membuat anak-anak merasa nyaman dan familiar dengan teknologi – terutama anak perempuan, yang tidak menggunakan teknologi sesering anak cowok.
Melatih koordinasi antara mata dan tangan, serta skill motorik.
Mengakrabkan hubungan anak dan orangtua. Dengan main bersama, terjalin komunikasi satu sama lain.
Bisa membantu memulihkan kesehatan untuk beberapa kasus penyembuhan.

Sikap bijaksana
Ketika sedang di tengah-tengah permainan yang seru, sering kali kita diliputi rasa takut, sungguh-sungguh memberikan perhatian, dan menjadi tegang. Menurut Akio Mori, hal ini bisa membawa efek panjang terhadap saraf refleks yang berkaitan dengan proses bawah sadar seperti bernapas dan kecepatan detak jantung. Kecepatan detak jantung sendiri dapat berubah dengan sinyal elektrik dari pusat emosi di otak atau oleh sinyal dari hormon sebagai pembawa pesan yang bersifat kimiawi. Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin ini dihasilkan dari kelenjar adrenal sebagai respons ketika bahaya datang. Untuk yang satu ini, tentu sering kita alami di saat takut ketemu ular, takut ketinggian, dan ketakutan yang lain.
Beberapa studi melaporkan bahwa bermain video game dapat meningkatkan kecepatan detak jantung, tekanan darah, dan konsumsi oksigen cukup signifikan. Dengan kata lain, jika kecepatan detak jantung yang meningkat terjadi ketika bermain video game, artinya otak merespons video game seolah tubuh betul-betul dalam keadaan terancam.

Dengan segala keterbatasan manusia, kesimpulan dari penelitian-penelitian tersebut belum bisa dikatakan benar secara mutlak. Akan tetapi, tidak ada salahnya dijadikan sebagai salah satu referensi. Apa pun efek yang menyertai ketika seseorang bermain game hendaknya disikapi secara bijaksana. Tidak semua game menampilkan adegan kekerasan dan tidak semua orang peduli secara berlebihan pada kekalahannya saat bermain. Yang justru perlu diwaspadai adalah apabila hobi ini membuat lalai atas kewajiban bekerja, belajar, dan beribadah.
Dian Putri Maharani, S.T.




Facebook CommentsShowHide