-->

pengesahan perjanjian internasional dengan keputusan presiden

Dalam melaksanakan perjanjian-perjanjian Internasional tersebut, Indonesia menganut prinsip Primat Hukum Nasional dalam arti bahwa Hukum Nasional mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada hukum Internasional. Dasar kewenangan presiden dalam pembuatan Perjanjian Internasional diatur dalam pasal 11 Undang-Undang dasar 1945 mengatur tentang perjanjian Internasional sebagai berikut:
(1). Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain.
(2). Presiden dalam membuat perjanjian Internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan/ atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3). Ketentuan lebih lanjut tentang perjajian Internasional diatur dalam Undang-undang.
Berdasarkan pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan surat Presiden nomor : 2826/Hk tentang Pengesahan Perjanjian Internasional yang berisi ketentuan - ketentuan sebagai berikut:

* Bila Perjanjian Internasional tersebut mengatur perjajian tentang masalah – masalah yang terkait dengan politik dan kebijaksanaan Negara Republik Indonesia, Diratifikasi dengan undang – undang.
* Dalam hal Perjanjian Internasional tersebut mengatur tentang masalah-masalah yang bersifat tehnis dan segera, diratifikasi dengan keputusan Presiden.
 Pada tahun 2000 surat Presiden nomor: 2826 tersebut dihapus dengan juga adanya Undang-undang nomor: 24/2000 tentang Perjanjian Internasional yang juga memuat ketentuan-ketentuan sebagaimana telah diatur dalam Surat Presiden nomor: 2826.

Perjanjian Internasional tidak termasuk dalam susunan jenis peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) sebagai berikut:
  a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Undang-Undang / Peraturan pengganti Undang-undang (Perpu).
c. Peraturan Pemerintah (PP).
d. Peraturan Presiden.
e. Peraturan Daerah
f. Peraturan Desa
Tentang kedudukan Perjanjian Internasional dalam sistem peraturan perundang-undang Nasional, meskipun dalam Undang-Undang nomor: 10 tahun 2004 tentang Peraturan, Perundang-undangan tidak masuk sebagai jenis peraturan Perundang-undangan, namun perjanjian Internasional juga diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (pasal 7 ayat 4 undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Perjajian Internasional.

Sebelumnya perlu diklarifikasi mengenai perjanjian internasional yang Anda maksud. Dalam Pasal 11 UUD 1945 memang diatur bahwa dalam hal Presiden membuat perjanjian internasional, perlu ada persetujuan DPR. Akan tetapi, tidak semua perjanjian internasional butuh persetujuan DPR. Yang perlu persetujuan DPR adalah:

1.Perjanjian internasional dengan Negara lain (lihat Pasal 11 ayat [1] UUD 1945). Jadi, setiap perjanjian internasional yang dibuat oleh Presiden dengan Negara lain (baik bilateral maupun multilateral) harus mendapatkan persetujuan DPR.

2.Perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang (lihat Pasal 11 ayat [2] UUD 1945). Perjanjian internasional lainnya disini artinya perjanjian dengan subjek hukum internasional lainnya, contohnya dengan organisasi internasional.


Selanjutnya, Pasal 11 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa ketentuan mengenai perjanjian initernasional ini diatur dengan Undang-Undang. Berkaitan dengan ketentuan tersebut, Undang-Undang yang perlu kita rujuk adalah Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (“UU Perjanjian Internasional”).


Penjelasan Umum UU Perjanjian Internasional menjelaskan bahwa Perjanjian internasional yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah setiap perjanjian di bidang hukum publik, diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh Pemerintah dengan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain. Sebelum perjanjian internasional ini berlaku dan mengikat di Indonesia, perjanjian internasional itu perlu disahkan. Yang dimaksud “Pengesahan”, menurut pasal 1 angka 2 UU Perjanjian Internasional, adalah perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval).


Lebih lanjut, pasal 9 ayat (2) UU Perjanjian Internasional menyatakan bahwa pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden. Penjelasan pasal 9 ayat (2) UU Perjanjian Internasional menyatakan bahwa:

-pengesahan perjanjian internasional dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR;

-pengesahan perjanjian internasional yang dilakukan dengan keputusan presiden (“Keppres”), cukup diberitahukan saja kepada DPR.

Catatan: Setelah diundangkannya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (“UU No. 10/2004”), pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional tidak lagi dapat dilakukan dengan Keppres tapi dengan Peraturan Presiden (“Perpres”). Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 46 ayat (1) huruf c butir 1 UU No. 10/2004.


Jadi, persetujuan DPR diberikan pada saat perjanjian internasional akan disahkan menjadi Undang-Undang, bukan sebelum penandatanganan perjanjian internasional.
Dasar hukum:

1.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2.Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

3.Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

terkait :

Menurut Undang-Undang nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, tahap-tahap Perjanjian Internasional (proses pembuatan perjanjian Internasional) adalah sebagai berikut :


  • Tahap Penjajakan Merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
  • Tahap Perundingan Merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah2 teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional. 
  • Tahap Perumusan Naskah Merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional. 
  • Tahap Penerimaan Merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/ approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional. 
  • Tahap Penandatanganan Merupakan tahap akhir da1am perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandantanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian Internasional (Menurut Pasal 6 Ayat 1) Tahap Pengesahan: 

Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan akan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Setiap undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

pasang iklan online anda disini



Facebook CommentsShowHide